Thursday, 5 June 2014


MAKALAH
HADITS TENTANG SETAN YANG DIBELENGGU
DALAM BULAN RAMADHAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hadits Kontekstual
Dosen Pengampu: Hj. Sri Purwaningsih, M.Ag.




Disusun oleh:
Abdul muhaimin (124211014)


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014

  1. LATAR BELAKANG
            Adakalanya suatu hadits berkaitan erat dengan keadaan yang sedang terjadi. Keadaan itu tidak termuat dalam matan hadits yang bersangkutan. Untuk mengkaji lebih khusus tentang pemahaman hadits yang berkaitan dengan keadaan yang sedang terjadi atau berkembang, berikut ini akan dikemukakan salah satu hadits yang berisi tentang setan yang dibelenggu dalam bulan Ramadhan.
اذا جاء رمضان فتحت ابواب الجنة وغلقت ابواب النار وصفدت الشياطين (رواه البخارى ومسلم وغيرهما عن ابى هريرة(
“Apabila bulan Ramadhan telah tiba, maka pintu-pintu surga terbuka, pintu-pintu neraka terkunci, dan para setan terbelenggu”
  1. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana penerapan dalam memahami hadits secara kontektual pada hadits setan yang dibelenggu dalam bulan Ramadhan?











  1. PEMBAHASAN
1.      Pemahaman hadits kontekstual terhadap hadits tentang setan yang dibelenggu dalam bulan Ramadhan?
اذا جاء رمضان فتحت ابواب الجنة وغلقت ابواب النار وصفدت الشياطين (رواه البخارى ومسلم وغيرهما عن ابى هريرة)
“Apabila bulan Ramadhan telah tiba, maka pintu-pintu surge terbuka, pintu-pintu neraka terkunci, dan para setan terbelenggu
            Pemahaman secara tekstual terhadap hadits di atas menyatakan bahwa karena bulan Ramadhanlah, maka otomatis pintu-pintu surga terbuka, pintu-pintu neraka terkunci, dan para setan terbelenggu. Pemahaman itu menonjolkan keutamaan bulan Ramadhan saja tanpa menyertakan berbagai amal yang seharusnya dilakukan oleh para orang yang beriman pada bulan Ramadhan tersebut.
            Dengan pemahaman secara tekstual, maka kenyataan dalam masyarakat sering sulit dijawab. Dalam masyarakat sering terjadi pencurian dan perzinaan pada bulan Ramadhan. Sekirannya kata “dibelenggu” tersebut diartikan secara fisik dan penyebab dibelenggunya semua setan itu adalah bulan Ramadhan, niscaya tidak ada orang yang melakukan perbuatan maksiat pada bulan itu. Kenyataannya, pada bulan Ramadhan tetap saja ada peristiwa yang melanggar syari'at-syari'at agama.
            Dengan demikian, pemahaman hadits di atas secara tekstual kurang tepat. Dan yang lebih tepat adalah pemahaman secara kontekstual.
            Bulan Ramadhan adalah bulan ibadah dan bulan ampunan. Pada bulan itu orang-orang yang beriman berusaha melaksanakan berbagai ibadah, antara lain puasa, tadarrus al-Qur'an, zikir, dan qiyam al-lail, serta berbagai amal kebajikan lainnya. Dalam pada itu, selama menjalani ibadah-ibadah tersebut, orang-orang yang beriman berusaha selalu jujur, menghindari diri dari pertengkaran, dan berusaha keras untuk tidak melakukan perbuatan maksiat. Dengan demikian, hampir-hampir tidak ada celah waktu yang memberi peluang bagi setan untuk mengganggu orang-orang yang beriman pada bulan Ramadhan. Keadaan seperti itu menjadikan para setan terbelenggu, dalam arti tidak dapat mengganggu orang-orang yang beriman yang sedang sibuk dan asyik dengan berbagai ibadah dan amal kebajikan lainnya. Suasana yang demikian itu dengan sendirinya menjadikan pintu-pintu surga terbuka luas dan pintu-pintu neraka terkunci rapat.
            Adapun bagi orang-orang yang tidak melakukan berbagai ibadah dan kebajikan lainnya, serta tidak berusaha untuk menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang terlarang, maka walaupun saat itu sedang dalam bulan Ramadhan, setan tetap saja bebas mengganggu mereka, pintu surga tertutup, dan pintu neraka terbuka. Jadi, yang menjadikan setan terbelenggu bukanlah semata-mata bulan Ramadhan, melainkan dalam bulan Ramadhan, orang-orang yang beriman berusaha keras untuk melakukan berbagai ibadah dan amal kebajikan lainnya. Ajaran Islam tentang kemuliaan bulan Ramadhan dan penghargaan Allah terhadap amal-amal yang dilakukan dalam bulan Ramadhan berlaku tanpa terikat oleh tempat dan waktu. Karenanya, ajaran tersebut bersifat universal.[1]
            Salah satu kriteria dalam memahami sebuah hadits menurut Dr. Yusuf Qardhawi juga menyebutkan bahwa perlu juga adanya pembedaan antara ungkapan yang bermakna sebenarnya dan yang beresifat majaz. Karena bahasa arab yang banyak mempunyai maksud majazi dan Rasul sendiri yang merupakan seseorang paling menguasai balaghah. Ucapan-ucapanya adalah bagian dari wahyu sehingga tidak heran jika banyak hadits yang mengandung majaz. Sehingga cocok pula ketika metode pemahaman hadits ini diterapkan pada hadits tersebut di atas yang mana menggunakan makna majazi atas hadits tersebut. [2]
            Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar berpendapat seraya menukil dari al-Hulaimy bahwa kemungkinan maksudnya adalah para setan tidak bersungguh-sungguh menggoda kaum muslimin, sebagaimana yang mereka lakukan pada bulan lainnya. Karena kesibukan mereka dalam beribadah. Atau yang dimaksud “dibelenggu” adalah dibelenggu dengan puasa yang berfungsi sebagai meneken dorongan syahwat, atau dengan bacaan al-Qur’an dan dzikir.[3]



BAB III
KESIMPULAN
            Bahwa hadits yang tersebut di atas jika kita pahami secara tekstual tentu akan menimbulkan ketidak cocokan dengan kenyataan kehidupan yang biasa kita lihat dalam bulan Ramadhan. Seperti halnya banyak kasus-kasus yang melanggar norma agama dan tidak berkurangnya berita pencurian, pembuhunan dan lain sebagainya di media pemberitaan. Oleh karena itu perlulah kita maknai hadits tersebut secara kontekstual, dimana arti dari setan yang dibelenggu, dan neraka yang terbuka lebar bukan murni yang disebabkan oleh hadirnya bulan Ramadhan. Akan tetapi karena di bulan Ramadhan itulah memang umat muslim yang taat sedunia berusaha untuk meningkatkan segala hal yang beraroma ibadah. Setan-setan yang mengganggunya tidak berkutik. Hingga surgalah yang terbuka bagi mereka. Akan tetapi bagi orang yang tidak taat, maka setan tetaplah setan yang selalu mencari sudut-sudut kegelapan pada diri seseorang untuk menggeretnya ke dalam jurang api neraka. Na’udzu billah….















DAFTAR PUSTAKA
Ismai, M. Syuhudi. 1994. Hadis Nabi yang tekstual dan Kontekstual. PT. Bulan Bintang: Jakarta.
            Azhari, Ainul. 2014. Makalah Metode Pemahaman Hadits Dr. Yusuf Qardhawi.
https//islamqa.info/id/39736























 
                                                                   


[1] M. Syuhudi Ismai, Hadis Nabi yang tekstual dan Kontekstual, (Jakarta: PT. Bulan Bintang. 1994), hal. 62-64
[2] Ainul Azhari, Makalah Metode Pemahaman Hadits Dr. Yusuf Qardhawi, hal. 7
[3] https//islamqa.info/id/39736 diakses pada tanggal 10 april 2014 waktu 14.29 WIB

0 comments:

Post a Comment